Aksi Unjuk Rasa Siswa SMAN 1 Sungai Geringging Berbuah Kesepakatan, Kepala Sekolah Siap Mundur Jabatan


POLITIKSUMBAR- Ratusan siswa SMAN 1 Sungai Geringging, Padang Pariaman, Sumatera Barat, menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu (14/5/2025) sebagai bentuk solidaritas terhadap seorang rekan mereka yang menjadi korban pencabulan. Aksi damai yang berlangsung sejak pagi ini membuat para siswa meninggalkan ruang belajar untuk memperjuangkan hak dan keadilan bagi korban.

Dalam aksi tersebut, para siswa membawa empat tuntutan utama yang mencerminkan keresahan mereka terhadap situasi yang tengah melanda sekolah. Mereka sempat membakar ban dan membawa spanduk berisi berbagai pesan tuntutan. Bahkan, para siswa menyatakan kesiapan untuk melakukan mogok sekolah apabila tuntutan tidak dipenuhi.

Ketua OSIS SMAN 1 Sungai Geringging, Giorg Agian Syava, menyampaikan bahwa hasil dari unjuk rasa ini memuaskan para siswa. Pihak sekolah, difasilitasi oleh Polsek Sungai Limau dan dinas terkait, menggelar pertemuan bersama perwakilan siswa, orang tua, alumni, dan masyarakat untuk mencari solusi atas permasalahan yang terjadi.

“Alhamdulillah, kepala sekolah menerima seluruh tuntutan kami dan berkomitmen untuk menindaklanjutinya sesuai prosedur,” ujar Giorg.

Adapun tuntutan tersebut mencakup posisi kepala sekolah, peran komite, serta transparansi pihak berwenang dan orang tua siswa. Menanggapi hal ini, Kepala SMAN 1 Sungai Geringging, Syaiful Hendra, menyatakan kesiapannya untuk mundur dari jabatan apabila ada instruksi dari atasan sebagai bagian dari penyelesaian tuntutan.

Selain itu, pihak sekolah juga berkomitmen untuk mendampingi korban dalam proses hukum dan memulihkan hak serta nama baiknya. “Dalam waktu dekat, kami akan mengadakan rapat komite bersama orang tua siswa guna membahas persoalan ini dan mencari solusi terbaik,” jelas Syaiful.

Namun di balik aksi ini, muncul pengakuan mengejutkan dari Ketua OSIS. Giorg mengungkapkan bahwa dirinya sempat mendapat intimidasi dari pihak sekolah setelah rencana demonstrasi diketahui. “Beberapa guru memperingatkan saya bahwa jika tetap menggelar aksi, saya bisa dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik dan mobilisasi massa,” ungkapnya.

Ancaman tersebut sempat membuat aksi tertunda selama satu pekan. Namun semangat solidaritas dan keinginan untuk memperjuangkan keadilan bagi korban jauh lebih besar daripada rasa takut yang mereka hadapi.

“Meski begitu, kami akan terus mendalami persoalan ini agar tidak mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah,” tutup Giorg.