Penyiaran Publik di Daerah Masih Kurang Merata dan Perlu Diperkuat di Tengah Derasnya Arus Informasi Media Sosial



Oleh: Hengki Naldo JM


Penyiaran publik adalah fondasi penting dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya. Di negara yang sangat beragam seperti Indonesia, penyiaran publik juga berfungsi menjaga kebinekaan dan memperkuat identitas lokal. Namun, kenyataannya, penyiaran publik di daerah masih sangat tertinggal dari segi kualitas, jangkauan, dan relevansi konten. Di saat yang sama, arus informasi melalui media sosial semakin deras dan tidak terbendung, menciptakan tantangan baru bagi sistem informasi publik di Indonesia.


Fenomena ini menghadirkan satu persoalan besar: ketika penyiaran publik di daerah belum kuat, dan media sosial menjadi sumber utama informasi, apakah masyarakat benar-benar mendapatkan informasi yang berkualitas dan dapat dipercaya?


Kesenjangan Penyiaran Publik di Daerah


Sebagian besar wilayah Indonesia, terutama daerah terpencil dan pedalaman, masih memiliki keterbatasan dalam hal akses terhadap penyiaran publik. Baik stasiun televisi maupun radio publik seperti TVRI dan RRI memang memiliki kantor cabang di berbagai provinsi, namun program-program lokal sering kali terbatas, tidak rutin, atau kalah dari segi kualitas dibandingkan siaran dari pusat.


Lebih jauh lagi, konten lokal—yang mestinya menjadi ciri utama dari siaran publik daerah—sering diabaikan. Program budaya lokal, bahasa daerah, isu-isu masyarakat setempat, hingga peristiwa penting di tingkat nagari jarang sekali diangkat oleh media penyiaran. Ini membuat masyarakat daerah menjadi konsumen pasif informasi nasional, tanpa merasa memiliki keterwakilan dalam media publik.


Padahal, daerah memiliki kebutuhan informasi yang sangat spesifik. Informasi tentang pertanian, cuaca lokal, peraturan nagari/desa, pendidikan, kesehatan, serta pelestarian budaya menjadi sangat penting. Ketika penyiaran publik tidak menyediakan konten semacam ini, ruang kosong itu dengan cepat diisi oleh media lain—terutama media sosial.


Dominasi Media Sosial: Ruang Bebas Tapi Tak Terarah


Masuknya era digital membawa perubahan besar dalam cara masyarakat mengakses informasi. Media sosial seperti Facebook, TikTok, Instagram, dan WhatsApp kini menjadi sumber utama informasi bagi banyak orang, termasuk di daerah. Sayangnya, tidak semua informasi di media sosial dapat dipercaya. Banyak yang bersifat hoaks, provokatif, atau tidak sesuai konteks lokal.


Arus informasi yang cepat dan bebas dari media sosial memang memberikan keuntungan: siapa pun bisa menyampaikan suara, dan informasi bisa tersebar luas dalam hitungan detik. Namun di sisi lain, masyarakat yang tidak memiliki literasi media yang cukup akan rentan terhadap disinformasi dan manipulasi opini.


Ketika penyiaran publik lemah dan tidak mampu menjadi penyeimbang informasi, media sosial menjadi “ruang hampa” yang penuh kebisingan tanpa kejelasan arah. Dalam jangka panjang, ini bisa merusak tatanan sosial, memecah belah masyarakat, atau membuat publik kehilangan kepercayaan pada informasi resmi.


Peran Strategis Penyiaran Publik di Era Digital


Dalam konteks ini, penyiaran publik di daerah sebenarnya memiliki peluang besar untuk bangkit dan menjadi penengah di tengah derasnya arus informasi. Dengan catatan: penyiaran publik harus beradaptasi, memperbaiki diri, dan masuk ke platform digital yang juga digunakan oleh masyarakat.


TVRI dan RRI, misalnya, bisa memperkuat kanal YouTube atau media sosialnya dengan konten-konten lokal yang ringan, edukatif, dan informatif. Konten berbahasa daerah, cerita rakyat, berita desa, program anak lokal, hingga podcast edukasi bisa menjadi daya tarik baru bagi generasi muda. Penyiaran publik tidak harus eksklusif di TV atau radio konvensional. Ia harus hadir di tempat di mana masyarakat berada: di layar ponsel mereka.


Selain itu, penyiaran publik juga harus kembali ke fungsinya sebagai pelindung nilai-nilai lokal. Ia tidak hanya menyajikan berita, tetapi juga membangun karakter masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan menyuguhkan konten tentang kearifan lokal, budaya, dialog antarumat, dan nilai-nilai kebangsaan.


Langkah Strategis untuk Memperkuat Penyiaran Publik di Daerah


Agar penyiaran publik tidak tertinggal dan mampu berperan strategis di tengah era media sosial, beberapa langkah konkret yang perlu diambil antara lain:


1. Dukungan Anggaran dan Infrastruktur: Pemerintah pusat dan daerah harus memberikan anggaran yang cukup untuk mendukung media penyiaran publik, khususnya di daerah yang tertinggal. Infrastruktur siaran digital dan pelatihan SDM harus menjadi prioritas.


2. Transformasi Digital Media Publik: TVRI dan RRI harus bertransformasi menjadi platform multiplatform yang tidak hanya mengandalkan siaran konvensional, tetapi juga aktif di media digital. Mereka juga perlu mengembangkan konten kreatif dengan pendekatan lokal dan modern.


3. Kemitraan dengan Komunitas Lokal: Media penyiaran publik harus bermitra dengan komunitas, sekolah, pesantren, dan tokoh adat untuk menciptakan konten yang membumi dan sesuai kebutuhan masyarakat.


4. Pendidikan Literasi Media: Bersama lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat, penyiaran publik dapat menjadi pusat edukasi literasi media untuk masyarakat—terutama di daerah yang paling rentan terhadap hoaks.


5. Kebijakan Regulatif yang Mendukung Media Lokal: Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu memperkuat regulasi yang mewajibkan proporsi konten lokal dalam siaran publik dan mendorong inovasi konten daerah di media nasional.


Penutup: Menyongsong Masa Depan Informasi yang Adil


Penyiaran publik tidak boleh dibiarkan menjadi lembaga simbolik yang tertinggal zaman. Ia harus menjadi pilar utama dalam menjaga kualitas informasi di tengah kebebasan arus media sosial yang kadang tak terkendali. Terutama di daerah, keberadaan penyiaran publik yang kuat dan relevan bisa menjadi tameng utama masyarakat dari disinformasi, sekaligus menjadi alat pemberdayaan sosial dan budaya.


Jika Indonesia ingin memastikan bahwa seluruh warganya—baik di kota besar maupun desa terpencil—mendapatkan akses informasi yang adil, terpercaya, dan membangun, maka memperkuat penyiaran publik adalah keharusan. Di era digital ini, justru penyiaran publik harus jadi garda depan, bukan tertinggal di belakang.