POLITIKSUMBAR, Pasaman Barat-Universal Health Coverage (UHC) merupakan wujud nyata standar keadilan sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bidang kesehatan.
Pada Pemilihan 2024 lalu, mayoritas kandidat mengusung program serupa, termasuk pasangan pemenang Yulianto dan M. Ihpan yang menjanjikan program UHC Plus sebagai salah satu prioritas pemerintahan.
Namun hingga kini, Rabu, 17 November 2025, janji tersebut belum juga terealisasi. Pasangan Yulianto–M. Ihpan dinilai lebih nyaman duduk di kursi kekuasaan, seolah lupa pada janji yang menjadi utang politik mereka.
Setiap kali muncul protes terkait layanan kesehatan masyarakat, Pemda kerap berkilah dengan alasan defisit anggaran. Padahal, masalah defisit bukan hanya terjadi di Pasaman Barat, melainkan di banyak daerah di Indonesia.
Menyikapi kondisi ini, Abdul Basit, aktivis pemerhati kebijakan publik, menilai masyarakat kian terzalimi akibat penghapusan program UHC. Menurutnya, fasilitas kesehatan kini terasa bagai dongeng bagi warga miskin Pasaman Barat.
“Tidak dapat dipungkiri, UHC adalah program unggulan yang seharusnya dipersiapkan, direncanakan, dan direalisasikan terlebih dahulu. Mayoritas masyarakat Pasaman Barat bukan dari golongan elit, melainkan menengah ke bawah. Program ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah terhadap amanat UUD 1945 Pasal 34 Ayat (1),” ujar Bung Basit.
Ia menekankan agar Pemda segera mencari solusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan sekadar berlindung di balik alasan defisit.
“Setiap kali masyarakat menuntut UHC, Pemda selalu sembunyi di balik tembok defisit. Saya ingatkan kepada Bupati, Wakil Bupati, dan DPRD Pasaman Barat: kalau tidak mampu memimpin, lebih baik mundur. Ingat, kebijakan kalian akan menentukan nasib rakyat. Daerah ini butuh pemimpin yang lugas, cerdas, dan mampu mengelola potensi SDA maupun SDM yang Tuhan titipkan,” tegasnya.
Basit juga menilai upaya meningkatkan PAD sebenarnya tidak sulit, asalkan ada kemauan dan keikhlasan dari jajaran Forkopimda.
“Kita punya sekitar 21 perusahaan sawit, ke mana tanggung jawab CSR mereka? Walau tidak bisa masuk APBD, CSR tetap bisa disalurkan langsung kepada masyarakat. Belum lagi potensi pariwisata, tambang, dan sektor lain yang bisa dimaksimalkan. Semua ini bisa terwujud kalau Forkopimda ikhlas bekerja untuk rakyat, bukan sekadar mencari panggung politik,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Basit mengecam sikap pejabat yang hanya berleha-leha di kursi empuk dan rumah dinas tanpa memberi solusi. Ia pun berkomitmen akan menggelar aksi akbar di seluruh kantor Forkopimda jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan mengenai nasib layanan kesehatan masyarakat Pasaman Barat.